Tidak hanya kaum pria saja yang turut berjuang untuk merebut kembali
bangsa ini dari para penjajah, kaum perempuan pun turut andil di
dalamnya. Perjuangan pun dilakukan dengan banyak cara, seperti dengan
menggunakan senjata seperti yang dilakukan oleh Cut Nyak Dien dan Martha
Christina Tiahahu, dan juga melalui dunia pendidikan seperti yang
dilakukan oleh Kartini dan Dewi Sartika.
Ya, Dewi Sartika adalah pahlawan pendidikan, pahlawan nasional,
sekaligus tokoh panutan di kalangan masyarakat Sunda. Ia bersama Kartini
adalah tokoh perempuan terkemuka di Indonesia. Totalitasnya dalam
memperjuangkan pendidikan terutama bagi kaum perempuan diakui dan
diberikan apresiasi pemerintah dengan memberinya gelar pahlawan nasional
sejak tahun 1966.
Lahir dari pasangan Raden Somanegara dan Raden Ayu Permas, Dewi Sartika
memulai perjuangannya di dunia pendidikan sejak tahun 1902 dengan
mengajarkan membaca, menulis, memasak, dan menjahit bagi kaum perempuan
di sekitarnya. Pada tanggal 16 Juli 1904, Raden Dewi Sartika mendirikan
Sakola Istri atau Sekolah Perempuan.
Di tahun 1914, Sakola Istri diubah namanya menjadi Sakola Kautamaan
Istri atau Sekolah Keutamaan Perempuan, lalu Sakola Kautamaan Isteri
diubah namanya menjadi Sakola Raden Dewi pada tahun 1929. Selain
tersebar di kota kabupaten Pasundan, Sakola Kautamaan Istri sempat pula
menyebar ke luar pulau Jawa.
Dewi Sartika berusaha keras mendidik anak-anak gadis agar kelak bisa
menjadi ibu rumah tangga yang baik, bisa berdiri sendiri, luwes, dan
terampil. Maka dari itu, pelajaran yang berhubungan dengan pembinaan
rumah tangga pun banyak diberikannya.
Untuk menutupi biaya operasional sekolah, ia membanting tulang mencari
dana. Semua jerih payahnya itu tidak dirasakannya jadi beban, tapi
berganti menjadi sebuah kepuasan batin karena telah berhasil mendidik
kaumnya.
Salah satu yang menambah semangatnya adalah dorongan dari berbagai
pihak, terutama dari sang suami yaitu Raden Kanduruan Agah Suriawinata,
yang telah banyak membantunya dalam mewujudkan perjuangannya, baik
tenaga maupun pemikiran.
Sejak kecil Dewi Sartika memang telah memiliki jiwa pendidik. Ia sering
mengajarkan baca tulis dan berlatih bahasa Belanda kepada anak-anak
para pembantu di Kepatihan. Pola pembelajaran yang dilakukan adalah
dengan cara sambil bermain, sehingga ia amat disenangi anak-anak
didiknya.
Langkah yang dilakukan Dewi Sartika sejak kecil ini berdampak luas
sehingga nama Dewi Sartika pun dikenal luas oleh masyarakat sebagai
seorang pendidik, terutama di kalangan perempuan.
Pada tanggal 16 Januari 1939, pemerintah Hindia Belanda memberi bintang
jasa kepada Dewi Sartika atas jasanya memajukan pendidikan kaum
perempuan. Penghargaan dari pemerintah kolonial menunjukan bahwa
perjuangan Dewi Sartika dilakukan secara koperatif, bukan perjuangan
yang diramaikan dengan senapan.
Setelah terjadi Agresi militer Belanda di tahun 1947, Dewi Sartika ikut
mengungsi bersama para pejuang yang terus melakukan perlawanan untuk
mempertahankan kemerdekaan. Di saat mengungsi ini Dewi Sartika sudah
lanjut usia, dan akhirnya wafat tanggal 11 September 1947 di Cinean,
Jawa Barat.
Dengan segala perjuangan yang dilakukan oleh Dewi Sartika untuk
kemajuan perempuan dan kesetaraan di Indonesia, para perempuan modern
tentu harus tetap bersemangat dalam meneruskan perjuangannya dan para
pahlawan perempuan lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar