Alkisah, Ki Sapa Wira adalah seorang
abdi dalem Kraton Mataram yang selalu memandikan gajah milik Sultan Agung yang
bernama Kyaii Dwipangga. Suatu ketika, dia sakit bisul di ketiaknya sehingga
tidak bisa bergerak bebas. Terlebih lagi kalau harus memandikan seekor gajah.
Kemudian, Ki Sapa Wira pun meminta
tolong adik iparnya, Ki Kerti untuk memandikan Kyai Dwipangga. Sebenarnya, nama
lengkapnya adalah Ki Kerti Kertiyuda. Namun, karena terjangkit polio sejak
kecil sehingga berjalan meliuk-liuk pincang (peyok). Maka ia pun dipanggil Ki
Kerti Peyok.
"Kerti, tolong gantikan aku
memandikan Kyai Dwipangga," tukas Ki Sapa Wira.
"Siap, Ki," jawab Ki Kerti
Peyok.
"Tepuk
kaki belakangnya, tarik buntutnya," pesan Ki Sapa Wira.
Ki Kerti
Peyok manggut-manggut mendengar pesan tersebut.
Pagi-pagi
benar, Ki Kerti Peyok berangkat ke kali bersama Kyai Dwipangga. Di
tengah-tengah perjalanan, Ki Kerti Peyok tak lupa memberikan kelapa muda untuk
sarapan Kyai Dwipangga supaya gajah itu patuh kepadanya.
"Nih...
untuk kamu makan buat sarapan." Ki Kerti menyodorkan dua butir kelapa muda
yang disambut oleh belalai Kyai Dwipangga.
Tak
membutuhkan tempo lama untuk Kyai
Dwipangga membelah dua butir kelapa tersebut. Tinggal dibanting kemudian
terbelah. Dan dengan lahap Kyai Dwipangga memakannya.
Sesudah
kelapa tersebut habis dilahap, Ki Kerti memukul-mukulkan cemetinya ke pantat
Kyai Dwipangga supaya gajah itu berendam ke dalam air kali. Digosok-gosoknya gajah
tersebut supaya kotoran-kotoran di tubuhnya hilang. Setelahnya, Ki Kerti
membawa pulang gajah itu.
"Ki,
gajahnya sudah saya mandikan sampai bersih," Ki Kerti melapor kepada Ki
Sapa Wira.
"Ya,
terima kasih. Oiya, saya harap kamu mau memandikan Kyai Dwipangga lagi besok.
Maklumlah, gajah memang harus sering dimandikan, apalagi kalau musim kawin
seperti sekarang," jawab Ki Sapa Wira.
***
Seperti
hari sebelumnya, keesokan harinya, Ki Kerti membawa Kyai Dwipangga ke kali
untuk dimandikan. Namun, pagi ini berbeda dengan pagi kemarin karena cuaca
terlihat mendung. Meskipun hujan tidak turun.
Dengan
sigap, Ki Kerti membawa Kyai Dwipangga menuju ke sungai. Kali ini Ki Kerti kecewa,
karena kali terlihat dangkal. Ki Kerti memilih ke tengah sungai. Menurutnya,
tengah kali lebih dalam. Ketika hendak memandikan Kyai Dwipangga, tiba-tiba
terjadi banjir bandang dari arah utara. Ki Kerti Peyok dan Kyai Dwipangga
hanyut terbawa arus sungai sampai Laut Selatan. Keduanya pun tak bisa
diselamatkan.
Demi
mengenang peristiwa tersebut, Sultan Agung menamai kali itu "KALI GAJAH
WONG". Karena kali itu telah menghanyutkan gajah dan wong. Konon, tempat
Ki Kerti memandikan Kyai Dwipangga saat ini bersebelahan dengan bonbin
Gembiraloka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar